09 Januari 2023

Membangun Disiplin Positif Murid melalui Penerapan Restitusi

 Filosofi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah menebalkan kodrat menuju pada kehidupan yang sebaik-baiknya sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat di situ ada satu tujuan yaitu tujuan supaya anak-anak milik kita selamat dan bahagia sebagai tujuan mulia. Seorang yang bahagia itu harus terpenuhi kebutuhan dasarnya sebagai seorang manusia. Kebutuhan dasar manusia untuk mencapainya tentu tidak boleh melanggar atau tidak mengesampingkan beberapa nilai-nilai kebajikan yang diakui secara universal. Beberapa nilai-nilai kebajikan secara universal yang itu kemudian menjadi satu kesepakatan atau keyakinan dalam komunitas kelas, sekolah. Keyakinan yang positif ini lahirkan satu kebiasaan yang selanjutnya menjadi satu budaya, yaitu budaya yang positif. Budaya positif tentu dalam perjalanannya ada beberapa anggota elemen masyarakat atau elemen komponen komunitas yang terkadang kurang sesuai dengan keyakinan tersebut. Ketidak sesuaian dengan keyakinan kelas tersebut bisa diatasi dengan beberapa cara yaitu diantaranya hukuman dan peraturan. Hukuman itu akan lahir Ketika seseorang itu melanggar peraturan. Ketika seseorang itu melanggar suatu aturan maka dia akan mendapatkan hukuman. Sehingga pola tindakan seseorang ada beberapa model pola yang yaitu menghindari ancaman atau hukuman sehingga perilaku-perilaku yang positif atau yang menurut kita itu disiplin itu gara-gara ingin menghindari adanya ancaman-ancaman jelek hukum dan sebagainya. Kedua berbuat kebajikan itu atas dasar bukan karena keyakinan sendiri tapi karena adanya keinginan untuk menjadi apa yang diharapkan oleh seseorang atau ingin menjadi seperti yang diharapkan, ini melahirkan atau implementasikan dalam satu perbuatan dalam keseharian berupa perubahan perbuatan yang positif tapi dari kedua ini yang satu adalah menghindari ancaman dan ingin menjadi pribadi yang disukai atau diharapkan ini oleh dunia luar. Ketika tidak ada ancaman maka perbuatan kebajikan yang dilakukan akan kembali semula, ketika ancaman ada lagi kembali lagi berarti tergantung oleh faktor kemudian kalau budaya budaya positif ini lahir karena adanya keinginan untuk menjadi seperti yang diharapkan oleh seseorang atau siapapun bahkan ketika orang lain ini tidak menghargai kita kan tidak hanya menjadi merasa sia-sia. 

Menurut teori kontrol dari William glazer menyatakan bahwa semua perilaku selalu memiliki tujuan Dan anda tidak dapat mengontrol orang lain, hanya bisa mengontrol diri Anda sendiri. Ini yang disebut dengan makna disiplin bahwa belajar mengontrol diri dengan menggali potensi kita agar tercapai tujuan sesuatu yaitu menjadi sesuatu seorang yang kita inginkan berdasarkan nilai-nilai yang kita hargai. Jika kita ingin berbuat jujur itu artinya kita menghargai diri kita sesuai dengan nilai-nilai kebajikan yaitu kejujuran bukan karena ingin dipuji orang atau karena takut kena hukuman atau ancaman. Itulah yang dimaknai sebagai disiplin positif menurut teori kontrol dari William glasser Disiplin positif ini mengacu pada model berpikir menang dan menang atau win-win solution tidak ada yang dirugikan dalam menerapkan disiplin positif dan dalam menentukan suatu kedisiplinan atau tindakan untuk melakukan sesuatu juga termasuk didalamnya merupakan kolaborasi antara sesama yang mau meyakini suatu kebajikan dalam suatu kemerdekaan 

Teori kontrol ada lima posisi kontrol, yang pertama adalah posisi penghukum yang kedua adalah posisi pemberi rasa bersalah, yang ketiga posisi teman  kemudian yang keempat pemantau dan yang kelima adalah manajer. Kelima posisi ini ada kelebihan dan kekurangannya tapi dari kelima posisi ini yang kelima yang merupakan paling efektif untuk dilaksanakan dalam menegakkan disiplin positif dalam suatu komunitas. 

Dalam posisi manager dapat kita lakukan dengan salah satu metode namanya segitiga restitusi yang di mulai dari menguatkan identitas seorang pelanggar misalnya yang melanggar adalah peserta didik kita. Maka kita membuat anak atau peserta didik pada posisi nyaman bukan pada posisi gagal, seorang siswa yang melanggar peraturan mereka pada posisi yang gagal sehingga perlu kita buat mereka dalam posisi yang tenang atau menguatkan identitas. Pendekatan yang dilakukan adalah bahwa setiap manusia dalam hal ini siswa pasti memiliki 5 kebutuhan dasar dan kebutuhan dasar itu menjadi kemungkinan alasan dari suatu itu perbuatan kita yakini bahwa menurut teori motivasi Setiap tindakan pasti memiliki tujuan. 

Lima kebutuhan dasar tersebut adalah kebutuhan untuk bertahan hidup atau Survival yang kedua adalah kebutuhan akan power atau penguasaan yang ketiga kebutuhan akan diterima oleh komunitas atau kita sebut sebagai kebutuhan akan kasih sayang yang keempat adalah kebutuhan akan kesenangan gimana biar orang kodratnya sebagai seorang pasti ingin merasakan kesenangan atau fun. Selanjutnya yang kelima adalah kebutuhan akan kebebasan setiap manusia pasti memerlukan kebebasan dari semua kebutuhan dasar ini inilah yang sering mendasari seseorang dalam melakukan tindakan dan terkadang menyalahi norma atau aturan.

Berangkat dari sifat manusia akan kebutuhan dasar tersebut dengan demikian maka seorang pelajar atau siswa tersebut dapat kembali meraih identitasnya sebagai seorang manusia setelah dikuatkan identitasnya. jadi ketika menghadapi pelanggaran yang dilakukan oleh siswa bila kita memberikan tindakan dengan marah biasanya menimbulkan rasa dendam atau perlawanan atau bahkan siswa tersebut akan menjadi penakut dan pendusta Hal ini karena mereka selanjutnya tidak ingin dicap sebagai pelanggar hukum cenderung untuk menghindari ancaman atau hukuman motivasi ini yang disebut dengan motivasi eksternal maka sebaiknya dengan pendekatan segitiga restitusi siswa terlebih dahulu dikuatkan identitasnya 

Dalam kegiatan segitiga restitusi selanjutnya adalah validasi kesalahan. Kita harus tahu betul apa yang dilakukan oleh siswa tersebut dengan memberikan pertanyaan atau pernyataan yang mendorong siswa untuk jujur mengakui dan mengkonfirmasi apa yang dilakukannya sesuai dengan kenyataannya sehingga tindakan kita terhadap seseorang atau suatu pelanggaran menjadi tepat sasaran. validasi kesalahannya atau pelanggarannya.

Ketiga mencari keyakinan, Mencari keyakinan adalah langkah ketiga dari segitiga restitusi yaitu mengkonfirmasi pelanggaran dan identitas pelanggan untuk diproyeksikan kepada nilai-nilai keyakinan yang menjadi kesepakatan dalam satu komunitas dalam hal ini adalah keyakinan kelas atau keyakinan sekolah yang berupa nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama siswa setelah dikuatkan identitasnya dan tervalidasi kesalahannya maka diupayakan untuk di diarahkan pada mencari keyakinan atau mencari kebajikan-kebajikan yang harusnya dia lakukan untuk tidak mengulangi lagi kesalahannya dan memperbaiki kesalahannya

ini tidak menimbulkan rasa dendam pada siswa sehingga keyakinan-keyakinan akan mematikan universal yang mereka hargai yang di dalam dirinya sendiri maka akan mendorong mereka memiliki motivasi intrinsik dorongan yang keluar dari dalam diri sendiri inilah yang menyebabkan tindakan mereka akan lebih konsisten tidak tergantung oleh faktor eksternal di mana pun berada mereka akan tetap menegakkan disiplin karena mereka menghargai apa yang mereka lakukan adalah menghargai diri sendiri nilai-nilai kebajikan

dalam pembelajaran ikm ada yang disebut dengan dimensi profil pelajar Pancasila yang merupakan nilai-nilai kebajikan yang ada di Indonesia yang sudah dirumuskan dalam 6 dimensi profil pelajar Pancasila yaitu yang pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa atau beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia Allah kepada negara Arab kepada agama dan akhlak kepada sesama manusia dan akhlak kepada diri sendiri yang kedua adalah Mandiri ketika Creative keempat wawasan kebinekaan global yang kalimat kerjasama pernah kritis banyak sekali nilai-nilai kebajikan yang ternyata memang diakui secara universal seperti yang ada pada dimensi profil pelajar Pancasila juga ada dalam beberapa nilai-nilai kebajikan yang ada di dunia ikan yang ada pada dimensi proses pelacakan setelah Pancasila adalah bersifat universal 

Sebelumnya cara berpikir saya terhadap menciptakan budaya positif di kelas atau di sekolah yaitu tentang disiplin menggunakan pendekatan hukuman dan penghargaan atau yang sering dikenal dengan reward dan punishment pemberian penghargaan dan hubungan ternyata dilihat dari teori kontrol di mana siswa memegang kendali pada perbuatan yang dia lakukan sebagai seorang manusia merdeka Saya rasa kurang efektif siswa ketika diberi hukuman mungkin pada saat itu langsung sadar dan tidak melakukan pelanggaran lagi akan tetapi hal itu didorong oleh rasa takut atau rasa yang timbul dari kondisi eksternal begitu pula dengan penghargaan penghargaan yang kita berikan kepada siswa terkadang bisa menurunkan kualitas seseorang Karena Dia berbuat baik atau melakukan hal-hal yang positif dengan harapan kedepannya mendapatkan penghargaan. sehingga ketika tidak ada orang lain yang memberi penghargaan maka dia enggan untuk berbuat baik atau melakukan hal-hal yang positif..

Pengalaman ketika disekolah berkaitan dengan sistem kontrol, disekolah masih menggunakan pendekatan reward and punishment. Jika ada siswa terlambat maka siswa diberikan punishment berupa konsekwensi menyapu teras atau tempat disekolah yang masih terasa kurang bersih. 

Saya merasa siswa masih ada yang menerima dengan stengah hati melaksanakan koosekwensi tersebut, tetapi ada juga merasa hukuman itu tidak terlalu berat. Pemberian sanksi ini tidak merugikan siswa. Dan siswa terlatih pada ketrampilan ketrampilan non formal seperti, menyapu mengepel dan membersihkan jendela yang mungkin di rumah mereka belum pernah mengerjakannya.

Penerapan segitiga restitusi yang coba saya terapkan dengan siswa , saat siswa terlambat masuk ke kelas saya. Dengan menggunakan segitiga restitusi hubungan secara emosional kami menjadi terjalin kuat dengan siswa. Saya lebih mengenal lebih jauh tentang siswa karena ada interaksi saat mengadakan penguatan identitas, siswa lebih terbuka menyampaikan masalah masalah yang sebelumnya saya belum ketahui dari siswa tersebut. Siswa yang saya panggil ternyata sudah bekerja setelah pulang sekolah, dan dia merasa lapar lalu mencari makanan berupa buah rambutan di kebun belakang sekolah sehingga terlambat masuk ke kelas saya. 

Setelah tindakan segtiga restitusi dilakukan kepada siswa atau pelanggaran yang dilakukan sebaiknya ditingkatkan dengan pemantauan kepada siswa tersebut sampai pada perubahan perilaku dapat dilakukan oleh siswa. Hal ini berkaitan dengan sikap labil pada masa remaja yang dapat mengubah kontrol diri mereka.

Ketika beriteraksi dengan siswa saya sering menggunakan posisi penengah, dan pemantau. Ketika menerapkan posisi ini saya merasa ada yang kurang yaitu mereka menyelesaikan masalah hanya pada saat itu saja, langkah langkah selanjutnya sering saya abaikan. Ketika mereka pada kondisi netral antara pelanggaran dan konsekwensinya sudah dijalankan saya fikir sudah cukup. Setelah saya mempelajari modul ini saya merasa masih banyak yang harus lakukan yaitu untuk menyadarkan siswa tentang keyakinan kelas / nilai kebajikan yang disepakati di kelas agar mereka melakukan sesuatu atas dorongan dari dalam dirinya sendiri.

Pernah saya alami ketika itu dalam pembelajaran kimia dengan menggunakan praktikum. Pada saat pembagian kelompok ada siswa yang merasa tidak nyaman atas pembagian kelompoknya karena berdasarkan absen. Kemudian siswa A yang merasa tidak nyaman dengan pembagian kelompok ini menggerutu, ditimpali oleh kawannya dengan kata-kata agak menyinggung perasaan dari siswa A. Kemudian siswa A tadi langsung mendatangi yang menyindir dan hampir terjadi perkelahian tapi berhasil ditahan oleh saya dan kawan-kawannya. Keduanya saya bawa ke ruangan saya. Dalam ruangan tersebut saya menanyakan tentang kejadian tadi. Kenapa sih kalian saya begitu ? Si A menjawab “ Saya kesal Pak dengan omongan si B?”. Ya sudah sekarang kalian tarik nafas, diam sebentar renungkan apa yang terjadi tadi. A saya tahu kamu mungkin emosi tadi, semua manusia punya emosi, dan wajar karena ada hal harga diri yang ada yang tersinggung. Tapi bagaiamanpun juga emosi kamu, Apakah benar kamu langsung menyerang orang seenaknya begitu saja?, Siswa A kemudian mengakui bahwa dirinya tidak bisa mengontrol emosinya. Terus saya dalami lebih lanjut ( Validasi kesalahan), sebenarnya kalian ada masalah apa? Bapak tidak yakin hanya karena ucapan membuat kamu menyerang si B. Ada masalah apa? Pacar ya? Atau ada apa?. Iya Pak, sekarang si B jarang menyapa saya dan kemarin saya minta contoh tugasnya tidak diberi., padahal saya sudah banyak membantu dia. Kemudian keduanya saling membuka apa yang sebenarnya terjadi. Pertanyaan kemudian datang dari Si B kepada Si A. “ A bisakah kita mulai dari awal lagi kita berteman”. Kemudian saya kuatkan dengan, “ Nah si B ingin kalian berteman lagi, bukankah lebih nyaman kita satu sekolah saling menghargai, saling menyayangi sesama teman, bagaimana A  ?”. Si A pun menjawab, “ Iya saya mau kita berteman “. Setelah itu mereka saling salaman dan meminta maaf.Hal hal lain menyangkut bagaimana mengatasi konflik antar siswa dan menanamkan sikap untuk berpikir positif pantang menyerah pada keadaan perlu untuk kita pelajari. Di jaman yang banyak terjadi perubahan yang sangat cepat tentuk perlu sikap atau budaya yang pantang menyerah pada tantangan. Menumbuhkan mindset yang berkembang, menganggap bahwa dalam belajar pasti ada tantangan dan sekali kali mungkin gagal. Siswa lebih dapat menghargai suatu kegagalan adalah bahan untuk belajar lebih banyak tentang suatu hal.

Sumber

0 comments:

Posting Komentar